Pesan

Selamat Datang Mari Saling Berbagi Untuk Inspirasi Selamat Datang Mari Saling Berbagi Untuk Inspirasi

Senin, 29 April 2013

PPh 4 ayat 2


Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
Adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:
1.     penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2.     penghasilan berupa hadiah undian;
3.     penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4.     penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5.     penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)
1.     Koperasi;
2.     Penyelenggara kegiatan;
3.     Otoritas bursa; dan
4.     Bendaharawan;
Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)
1.    Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2.    Penerima hadiah undian;
3.    Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan
4.    Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan;
Lain-Lain
1.     Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final;
2.     Karena bersifat final, maka pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan;
3.     Omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam omset usaha, namun dimasukkan dalam omset penghasilan yang telah dipotong PPh Final

Senin, 22 April 2013

Rangkuman Peraturan Pajak terkait dengan PPh Pasal 23


Berikut adalah beberapa peraturan terkait dengan PPh Pasal 23:

Sabtu, 20 April 2013

Rangkuman Peraturan Pajak Terkait dengan PPh Pasal 21

Dalam postingan kali ini saya akan coba rangkum peraturan terkait dengan Pajak Pengkasilan Pasal 21. Mungkin ada yang tidak masuk dalam postingan saya dibawah ini, saya mohon tambahkan melalui pemberian komen dalam postingan saya ini. Berikut adalah rangkumannya:
  • 1.      UURI No.36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
  • 2.      PeraturanMenteri Keuangan RI No. 162/PMK.011/2012 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
  • 3.      PMKRI No.80/PMK.03/2010 Tentang Perubahan atas PMK No. 184/PMK.03/2007 Tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak , serta Tata Cara Pengansuran dan penundaan Pembayaran Pajak
  • 4.      PMKRI No.206/PMK.011/2012 Tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainya yang Tidak dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan
  • 5.      PMK RI No.252/PMK.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
  • 6.      PMKRI No.250/PMK.03/2008 Tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Peghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan
  • 7.  PerDirjen Pajak No : PER-31/PJ/2012 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan , Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
  • 8.      PPRI No.68 Tahun 2009 Tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat PEnsiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
  • 9.      PerDirjen Pajak No : PER-26/PJ/2009 Tentang Perubahan Per Dirjen Pajak No : PER-22/PJ/2009 Tentang Pelaksanaan Pemberian Pajak Penghasilan 21 ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja pada Pemberi Kerja yang Berusaha pada Katagori Usaha Tertentu
  • 10.  PMKNo.16/PMK.03/2010 Tentang Tatacara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
  • 11.  PerDirjen Pajak No. PER-39/PJ/2008 Tentang SPT Tahunan PPh 21 beserta Petunujk Pengisiannya
  • 12.  PMKNo.139/PMK.03/2010 Tentang Penentuan Kembali Besarnya Penghasilan yang Diperoleh Wajib Pajak OP Dalam Negeri dari Pemberi Kerja yang Memiliki Hubungan Istimewa dengan Perusahaan Lain Yang Tidak Didirikan dan Tidak Bertempat Kedudukan di Indonesia

Jumat, 19 April 2013

Contoh transaksi dan jurnal PPN dengan Wapu


Contoh transaksi dan jurnal PPN dengan Wapu
PT. XYZ merupakan Perusahaan yang sudah dikukuhkan sebagai PKP menjual alat-alat kantor kepada salah satu BUMN yang ada di Jakarta. Harga Jual atas transaksi ini adalah Rp. 20.000.000, dengan demikian PPN yang terutang atas transaksi tersebut adalah Rp. 2.000.000.
Dari transaksi di atas PT. XYZ memiliki piutang kepada BUMN hanya sebesar Rp.20.000.000. Disamping itu, PT.XYZ tidak berutang PPN kepada Negara atas penjualan barang tersebut karena PPN tersebut harus disetor sendiri oleh WAPU PPN BUMN. Dengan demikian, berikut adalah jurnal yang dibuat untuk mempermudah PT.XYZ merekonsiliasi dan memisahkan PPN Keluaran yang dipungut sendiri dengan PPN keluaran yang dipungut oleh WAPU PPN BUMN.
Piutang 20.000.000
PPN-WAPU  2.000.000
Penjualan 20.000.000
PPN-pajak keluaran  2.000.000

Minggu, 14 April 2013

PPh 23 atas Bunga


Dalam pembahasan kali ini saya akan coba membahas PPh 23 atas bunga yang sebelumnya saya membahas tentang PPh 23 atas Dividen. Berikut adalah paparan rincian mengenai Bunga yang dimaksud dalam PPh 23.

Pengertian Bunga
Imbalan bunga yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 adalah bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh yaitu setiap imbalan karena jaminan pengembalian utang, termasuk premium maupun diskonto.
Dalam UU PPh tidak dijelaskan apakah pengertian bunga ini hanya yang berasal dari loan(pinjaman) saja atau termasuk pula bunga yang muncul dari utang-piutang usaha (accounts payable atau accounts receivable). Namun dalam beberapa surat jawabannya kepada WP Dirjen Pajak berkali-kali menegaskan bahwa pengertian bunga itu meliputi loan maupun utang-piutang usaha.

Objek Pemotongan PPh Pasal 23
Bunga yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 adalah bunga yang dibayarkan atau terutang kepada Subjek Pajak dalam negeri, termasuk BUT (bentuk usaha tetap ataupermanent establishment). Subjek Pajak dalam negeri yang dimaksud di sini adalah meliputi orang pribadi maupun badan usaha.  Jadi meskipun bunga itu kita bayarkan kepada orang pribadi dalam negeri, PPh yang harus kita potong adalah PPh Pasal 23 (bukan PPh Pasal 21).

Jumat, 12 April 2013

PPh 23 atas dividen


Pengertian Dividen
Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh, dividen diartikan sebagai bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Dalam hal ini, yang termasuk dalam pengertian dividen adalah:

  • pembagian laba baik secara langsung ataupin tidak, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
  • pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal disetor;
  • pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
  • pembagian laba dalam bentuk saham;
  • pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
  • jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
  • pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
  • pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
  • bagian laba sehubungan dengan pemilikian obligasi;
  • bagian laba yang diterima pemegang polis;
  • pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
  • pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

PPh 23


Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1.     Pemotong PPh Pasal 23:
a.     badan pemerintah;
b.    Subjek Pajak badan dalam negeri;
c.     penyelenggaraan kegiatan;
d.    bentuk usaha tetap (BUT);
e.     perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
f.     Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.     Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
a.     WP dalam negeri;
b.    BUT

PPh atas barang mewah


Pemerintah yang dalam hal ini adalah kewenangan Menteri Keuangan untuk menunjuk badan tertentu untuk  memungut PPh terhadap penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Ketentuan lebih lanjut tentang pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan barang sangat mewah ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Dari Pembeli Atas Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah. Penjelasan di bawah ini mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan tersebut.

Pemungut Pajak
Pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan barang sangat mewah ini adalah Wajib Pajak Baadan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.


Barang Sangat Mewah
Barang-barang yang tergolong sangat mewah yang transaski penjualannya menjadi objek pemungutan PPh Pasal 22 ini adalah :
1.     Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,-
2.     Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,-
3.     Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,- dan luas bangunannya lebih dari 500 m2.
4.     Apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,- dan/atau luas bangunannya lebih dari 400 m2.
5.     Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, SUV, MPV, minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,- dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.

Tarif dan Sifat Pemungutan
Tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah ini adalah 5% dari harga jual, tidak termasuk PPN dan PPnBM. Tarif 100% lebih tinggi dikenakan jika pembeli tidak memiliki NPWP.
Sifat pengenaan PPh Pasal 22 ini tidak final. Hal ini berarti bahwa si pembeli bisa mengkreditkan PPh Pasal 22 ini dalam SPT PPh Tahunannya.

PPh Pasal 22 atas Produk-Produk Tertentu


PPh Pasal 22 atas Produk-Produk Tertentu
1. Gula Pasir dan Tepung Terigu Bulog :
·         Penyalur atau grosir gula dan tepung terigu Bulog wajib menyetor PPh Pasal 22 Final melalui bank persepsi sebelum penebusan DO (Delivery Order).
·         PPh Final yang terutang :
Pihak yang Menebus
Tepung Terigu
Gula Pasir
Grosir
Rp 38,00 / Zak
Rp 270,00 / Kuintal
Penyalur
Rp 53,00 / Zak
Rp 380,00 / Kuintal
Pembeli lain
Rp 91,00 / Zak
Rp 650,00 / Kuintal
·         Sejak tanggal 1 Mei 2001, atas penyaluran gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog tidak lagi dipungut PPh Pasal 22 (SE - 13/PJ.43/2001) 
2. Produk Migas dari Pertamina dan Premix dari Perusahaan Penyedia Premix :
·         Penyalur atau agen premium, solar, pelumas, gas, dan minyak tanah dari Pertamina, atau premix dari perusahaan-perusahaan penyedia premix wajib menyetor PPh Pasal 22 Final melalui bank persepsi sebelum penebusan DO (Delivery Order) ke Pertamina atau Perusahaan Penyedia Premix tersebut.
·         PPh Final yang terutang :
Jenis Produk
SPBU Pertamina
SPBU Swasta
Premium, Premix,Solar
0,25% x Harga Jual
0,3% x Harga Jual
Minyak tanah
0,3% x Harga Jual
0,3% x Harga Jual
Gas LPJ
0,3% x Harga Jual
0,3% x Harga Jual
Pelumas
0,3% x Harga Jual
0,3% x Harga Jual

PPh Pasal 22 atas Belanja Negara (APBN atau APBD)


PPh Pasal 22 atas Belanja Negara (APBN atau APBD) 
·         yaitu Pajak Penghasilan yang wajib dipungut oleh Ditjen Anggaran/Bendaharawan Pemerintah atau BUMN/BUMD yang melakukan pembayaran atas pembelian barang atau jasa yang dananya berasal dari APBN/APBD. Jika dananya bukan APBN/APBD bukan obyek PPh Pasal 22.
·         Atas pembelian barang/jasa yang dilakukan oleh Pemerintah (dananya APBN/APBD) wajib dipungut PPh Pasal 22 dari wajib pajak penjual dengan tarif efektif 1,5% x Harga Jual (belum termasuk PPN).
·         PPh Pasal 22 tersebut merupakan kredit pajak bagi wajib pajak penjual, sehingga dapat diperhitungkan dengan jumlah PPh yang terutang pada akhir tahunn pajak.

Berikut ini dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan pengecualian ini dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22, yaitu :
·         Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000 (Satu Juta Rupiah) dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah.
·         Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum (PDAM) dan benda-benda pos.
·         Pembayaran / Pencairan dana Jaringan Pengaman Nasional (JPS) oleh Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara.
·         Pembayaran yang diterima karena penyerahan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah luar negeri.
·         Pembayaran oleh bendaharawan kepada orang pribadi atas pengalihan hak tanag dan atau bangunan untuk keperluan pembangunan yang memerlukan persyaratan khusus dengan pihak pemerintah.

 Refrensi  Peraturan terkait : 224/PMK.011/2012

PPh 22 atas Impor


PPH PASAL 22 IMPOR
1.     Setiap wajib pajak yang melakukan impor akan dikenakan PPh Pasal 22 Impor oleh Ditjen Bea dan Cukai kecuali yang mendapat fasilitas pembebasan (memperoleh Surat Keputusan Bersama).
2.     Besarnya PPh Pasal 22 Impor adalah sbb :
a.     Importir yang memiliki Angka Pengenal Impor (API) sebesar 2,5% x Nilai Impor
b.    Importir yang tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API) sebesar 7,5% x Nilai Impor
3.     Atas barang-barang impor yang dilelang oleh Ditjen Bea Cukai sebesar 7,5% x Nilai Lelang.
4.     Nilai impor = Harga Patokan Impor (CIF) + Pungutan berdasarkan UU Pabean (Bea Masuk).
5.     Untuk menghitung Nilai Impor digunakan kurs bedasarkan Keputusan Menteri Keuangan (Kurs KMK, bukan kurs Bank Indonesia).
Refrensi  Peraturan terkait : 224/PMK.011/2012

PPh 22

Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1.     Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.     Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3.     Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
1.     Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2.     Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
3.     BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
4.     Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
5.     Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6.     Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7.     Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
8.     Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Rabu, 10 April 2013

CONTOH PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA OLEH BUKAN PEGAWAI, SEHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN JASA YANG DALAM PEMBERIAN JASANYA MEMPEKERJAKAN ORANG LAIN SEBAGAI PEGAWAINYA DAN/ATAU MELAKUKAN PENYERAHAN MATERIAL/BAHAN

Andri melakukan jasa perawatan AC kepada PT Jaya dengan imbalan Rp. 10.000.000. Andri menggunakan tenaga 5 orang pekerja dengan membayarkan upah harian masing-masing sebesar Rp. 180.000. Upah harian yang dibayarkan untuk 5 orang selama melakukan pekerjaan sebesar Rp. 4.500.000. Selain itu andri membelikan sparepart AC yang dipakai untuk perawatan AC sebesar Rp. 1.000.000.


Dalam hal berdasarkan perjanjian serta dokumen yang diberikan Andri, dapat diketahui bagian imbalan bruto yang merupakan upah yang harus dibayarkan kepada pekerja harian yang dipekerjakan oleh Andri dan biaya untuk membeli spare part AC, maka jumlah imbalan bruto sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Jaya atas imbalan yang diberikan kepada Andri adalah sebesar imbalan bruto dikurangi bagian upah tenaga kerja harian yang dipekerjakan Andri dan biaya spare part AC, sebagaimana dalam contoh adalah sebesar:

Rp 10.000.000,00 – Rp 4.500.000,00 – Rp 1.000.000,00 = Rp 4.500.000,00.

PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT  Jaya atas penghasilan yang diterima Andri 

5% x 50% x Rp 4.500.000,00 = Rp 112.500,00

Dalam hal Andri tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Jaya menjadi:

5% x 120% x 50% x Rp 4.500.000,00 = Rp250.000,00

Dalam hal PT Jaya tidak memperoleh informasi berdasarkan perjanjian yang dilakukan atau dokumen yang diberikan oleh Andri mengenai upah yang harus dikeluarkan Andri atau pembelian material/bahan, PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT  Jaya adalah jumlah sebesar :

5% x x 50% x Rp 10.000.000,00 = Rp250.000,00

Dalam hal Andri tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Jaya menjadi:

5% x 120% x 50% x Rp 10.000.000,00 = Rp 300.000,00