Pengertian
Dividen
Dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh, dividen diartikan sebagai bagian laba yang
diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil
usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Dalam hal ini, yang termasuk
dalam pengertian dividen adalah:
- pembagian laba baik secara langsung ataupin tidak, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
- pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal disetor;
- pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
- pembagian laba dalam bentuk saham;
- pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
- jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
- pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
- pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
- bagian laba sehubungan dengan pemilikian obligasi;
- bagian laba yang diterima pemegang polis;
- pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
- pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Dalam
praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung.
Misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan
memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi
kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian, maka selisih lebih antara bunga
yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar diperlakukan sebagai
dividen. Di samping itu, bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen
tersebut juga tidak boleh dibebankan sebagai biaya perseroan(non deductible
expense).
Dividen
Objek PPh Pasal 23
Dividen
yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 adalah dividen sebagaimana
dijelaskan di atas, yang diberikan kepada Subjek Pajak badan dalam negeri,
seperti PT, BUMN/D, CV, Firma, yayasan, atau Subjek Pajak badan dalam negeri
lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU KUP maupun UU PPh.
Tarif
dan DPP
PPh Pasal
23 atas dividen dihitung dengan cara mengalikan tarif PPh Pasal 23 dengan DPP
(Dasar Pengenaan Pajak). Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf a UU
PPh, tarif PPh Pasal 23 atas dividen sebesar 15%. Sedangkan DPP-nya adalah
jumlah bruto dividen yang dibayarkan atau terutang, dengan nama maupun dalam
bentuk apapun. Dan apabila si penerima dividen tidak memiliki NPWP, maka
tarifnya dinaikkan sebesar 100% sehingga tarif PPh Pasal 23-nya menjadi 30%. Perlu
diingat bahwa dalam konteks PPh Pasal 23 atas dividen tidak ada istilah
Tunjangan PPh tetapi yang ada hanyalah PPh Pasal 23 ditanggung (non-gross
up).
Pengecualian
Dividen
yang diberikan kepada pihak bank yang berstatus sebagai WP badan dalam negeri
dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23. Artinya jika kita memberikan dividen
kepada bank, maka kita tidak perlu memotong PPh Pasal 23 atas dividen tersebut.
Begitu pula jika sebuah koperasi membayarkan Sisa Hasil Usaha (SHU) kepada
anggotanya, maka koperasi itu tidak perlu memotong PPh Pasal 23 [lihat Pasal 23
ayat (4) huruf a fan huruf f UU PPh]. Kita juga tidak perlu memotong PPh Pasal
23 terhadap dividen tersebut apabila dividen itu kita berikan kepada koperasi
yang berstatus sebagai WP dalam negeri. Kita bahkan tidak perlu memotong PPh
apapun terhadap dividen tersebut karena dividen yang diberikan kepada koperasi
dalam negeri ditetapkan sebagai bukan objek PPh (non-taxable income) sesuai
dengan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh. Untuk dividen yang diberikan kepada WP
badan dalam negeri berbentuk PT, BUMN maupun BUMD, kita wajib memotong PPh
Pasal 23 hanya apabila penyertaan saham PT, BUMN atau BUMD di perusahaan kita
di bawah 25% dari jumlah modal disetor perusahaan kita. Jika penyertaan mereka
di perusahaan kita sebesar 25% atau lebih, maka kita tidak boleh memotong PPh
apapun atas dividen tersebut karena dividen itu termasuk sebagai bukan objek
PPh (non-taxable income) sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) huruf
f UU PPh. Jika sebuah badan usaha yang modalnya tidak terbagi atas saham
(seperti CV, Firma, dlsb) membagikan dividen atau bagian laba, maka terhadap
bagian laba itu juga tidak perlu dipotong PPh apapun karena ditetapkan sebagai non-taxable
income sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh. Terakhir khusus untuk
dividen yang kita berikan kepada orang pribadi dalam negeri, kita tidak
memotong PPh Pasal 23 melainkan PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 10%.
Contoh Perhitungan:
Pada
tanggal 10 May 2011, PT. Sukses Jaya, membagikan dividen masing-masing Rp
10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Sukses
Jaya wajib memungut PPh Pasal 23.
PPh pasal 23 yang harus dipotong PT. Sukses Jaya adalah :
PPh pasal 23 yang harus dipotong PT. Sukses Jaya adalah :
=>15%
x Rp 10.000.000,- = Rp 150.000,-
=>20
x Rp 150.000,- = Rp 3.000.000,-
Saat
terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2011
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2011
Saat
Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar